Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah :
Faktor bawaan atau keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga
sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes
IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang
diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 – 0,50 dengan ayah dan ibu
yang sebenarnya, dan hanya 0,10 – 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya.
Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ
mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak
pernah saling kenal.
Faktor lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir,
ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang
berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak.
Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain
gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari
lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
Inteligensi dan IQ
Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua
istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti
inteligensi sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan.
Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf
kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara
keseluruhan.
Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental
(Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological Age). Bila kemampuan
individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan dalam tes
kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya
ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan
diperoleh skor 1. Skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai
dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah otak
mencapai kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik
tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.
Pengukuran Inteligensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2
orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat
dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas
khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika
mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya
adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai
rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil
perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah
bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman
mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor
yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor
yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.
Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan
tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana
alat tes tersebut dibuat.
Inteligensi dan Bakat
Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum
ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik.
Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu
kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau
ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude.
Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap
kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui
lewat tes inteligensi.
Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.
Inteligensi dan Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen
karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses
kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi
tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan
bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan
inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian
tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat
kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak
selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ
tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih
tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan
tingkat kreativitas.
Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu
proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk
memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang
diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen,
yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang
logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari
pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan
pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti
sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu
pengetahuan.
sumber:http://keluargacemara.com/pendidikan/pendidikan-anak/intelegensi-dan-iq.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar